BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Asfiksia
merupakan penyebab kematian 19% luaran BBL akan lebih baik, 10% BBL memerlukan
sebagian tindakan resusitasi 1% memerlukan resusitasi lengkap. Walaupun tidak
semua, kebanyakan resusitasi BBL dapat diantisipasi. Penting untuk menilai
faktor resiko intra dan anterpartum yang berhubungan dengan kbutuhan
resusitasi. (Sudarti, 2013 : 63).
Menurut
Sudarti, Setiap persalinan diakhiri paling sedikit satu tenaga yang bertanggung
jawab pada bayi dan dapat memulai tindakan resusitasi. Petugas tersebut harus
mampu melakukan resusitasi dengan lengkap. Jika telah diketahui kemungkinan
kebutuhan resusitasi yang kompleks maka cari petugas lain yang diperlikan
dikamar bersalin sebelum persalinan dan siapkan peralatan resusitasi sebelum
persalinan.
Di
seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada tahun
pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama. Dua
pertiga dari yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu pertama.
Dua pertiga dari yang meninggal pada minggu pertama, meninggal pada hari
pertama. Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah
komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi
berat lahir rendah. Kurang lebih 99% kematian ini terjadi di negara berkembang
dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan pengenalan dini dan
pengobatan yang tepat. (Asril, Aminullah,
1994).
Asfiksia
neonatorum adalah kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa depresi pernapasan
yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. Oleh sebab itu,
asfiksia memerlukan intervensi dan resusitasi segera untuk meminimalkan
mortalitas dan morbiditas. Survei atas 127 institusi pada 16 negara—baik negara
maju ataupun berkembang—menunjukkan bahwa sarana resusitasi dasar seringkali
tidak tersedia, dan tenaga kesehatan kurang terampil dalam resusitasi bayi.
Sebuah penelitian di 8 negara. (Asril,
Aminullah, 1994 : 34).
1.2
Rumusan Masalah
a. Menjelaskan pengertian Asfiksia
Neonatorum ?
b. Menjelaskan faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam menghadapi bayi Asfiksia Neonatorum ?
1.3
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini untuk mengetahui pengertian Asfiksia
Neonatorum dan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi Asfiksia
Neonatorum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Asfiksia
Neonatorum
Asfiksia Neonatorum ialah keadaaan
dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah
lahir. Hal ini disebabkan leh hispoksia janin dalam uterus dan hispoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau
segera setelah bayi lahir. (Prawiro
Hardjo, Sarwono, 2005 : 709).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan
bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan
O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan
lebih lanjut. (Bagus Gde Manuaba, Ida,
1998 : 319)
Asfiksia neonatrum adalah keadaan
dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan hipoksia dan
hiperkapnu serta sering berakhir dengan asidosis. (jitowiyono, sugeng dkk, 2011 : 71).
Asfiksia adalah kegagalan untuk
memulai dan melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur pada saat bayi
baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi
asfiksia (asfiksia primer) atau mungkin dapat bernafas tetapi kemudian
mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir (asfiksia sekunder). (Sudarti, 2013 :64).
2.2 Faktor yang perlu
diperhatikan dalam menghadapi bayi Asfiksia
Neonatorum
Menurut Prawiro Hardjo Sarwono, Akibat-akibat
asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara
sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujaun mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam
menghadapi bayi dengan asfiksia. Faktor-faktor tersebut ialah
Ø Etiologi dan faktor predisposisi
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia
neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas serta traspor O2 dari ibu ke
janin sehingga terapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan
CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun kibat kondisi atau kelainan
pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita
ibu dalam persalinan.
Ganggaun menahun dalam kehamilan dapat
berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti anemia, hipertensi,
penyakit jantung, dan lain-lain. Pada keadaan keadaan terakhir ini pengaruh
ehadap janin disebabkan leh gangguan oksigenisasi serta kekurangan pemberian
zat-zat makanan berhubungan dengan gangguan fungsi plasenta. Hal ini dapat
dicegah atau dikurangi dengan melakukan pemeriksaan antenatal yang sempurna,
sehingga perbaikan sedini-dininya dapat diusahakan.
Menurut Sudarti, Adapun Gejala dan tanda asfiksia adalah :
·
Tidak
bernafas atau nafas megap-megap atau pernafasan lambat (kurang dari 30 x
permenit)
·
Pernapasan
tidak teratur, dengkuran atau retraksi ( pelekukan dada )
·
Tangisan
lemah atau merintih
·
Warna
kulit pucat atau biru ( tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai )
·
Denyut
jantung tidak ada atau lambat ( bradikardia ) ( kurang dari 100 x permenit)
Faktor-faktor ang timbul dalam persalianan
bersifat lebih mendadak dan hampir selalu mengakibtkan anoksia atau
hipoksiabjanin dan berakhir dengan asfiksia bayi. Keadaan ini perlu dikenal,
agar dapat dilakukan persiapan yang sempurna pada saat bayi lahir. Faktor-faktr
yang mendadak ini terdiri atas :
a. Faktor-faktor dari pihak janin, seperti
1.) Gangguan aliran darah dakam tali pusat
karena tekanan tali pusat
2.) Defresi pernapasan karna obat-bat
anestsia/analgetika yang diberikan kepada ibu, perdarahan intracranial,dan
kelainan bawaan (hernia diafragmatika, atresia saluran pernafasan, hypoplasia
paru-paru, dll).
b. Faktor-faktor dari pihak ibu, seperti :
1.) Gangguan his, misalnya hipertoni dan
tetani
2.) Hipotensi mendadak pada ibu karena
perdarahan misalnya pada plasenta previa
3.) Hipertensi pada eklampsia
4.) Gangguan mendadak pada plasenta seperti
solusio plassenta
Ø Gangguan homeostatis
Perubahan
pertukaran gas dan transfor oksigen selama kehamilan dan persalinan akan
mempengaruhi oksigenisasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat mengakibatkan
gangguan fungsi sel . Gangguan fungsi ini dapat ringan serta sementara atau
menetap. Tergantung dari perubahan homeostatis yang terdapat pada janin.
Perubahan homeostatis ini berhubungan erat dengan beratnya dan lamanya anoksia
atau hipoksia yang diderita.
Ø Diagnosis
Asfiksia
yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan
ditemukannya tanda-tanda gawat janin.Tiga hal perlu mendapat perhatian yaitu:
a. Denyut jantung janin
Frekuensi normal ialah antara 120 dan
160 denyutan semenit , selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his
kembali lagi kepada keadaan semula, peningkatan kecepatan denyut jantung
umumnya tidak banyak artinya , akan tetapi apabila frekuensi turun sampai
dibawah 100 semenit diluar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu
merupakan tandda bahaya.Dibeberapa elektrokardiograf janin digunakan untuk
terus menerus mengawasi keadan denyut jantung dalam persalinan.
b. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sunsang tiak
ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan
oksigenisasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya meknium dalam air
ketuban pada presentassi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri
persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
c. Pemeriksaan PH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang
dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan
diambil contoh dari darah janin. Darah ini diperiksa ph-nya.Adanya Asidosis
menyebabkan turunnya ph apabila Ph itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya oleh beberapa penulis.
Diagnosis gawat janin untuk dapat
menyelamatkan dan dengan demikian membatasi morbiditas dan mortalitas
perinatal.Selain itu kelahiran bayi yang tela menunjukkan tanda-tanda gawat
janin mungkin disertai dengan asfiksia neonatorum,sehingga perlu diadakan
persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut.jika terdapat asfikia,tingkatnya
perlu dikenal untuk dapat melakukan resusitsi yang sempurna.untuk hal ini diperlukan
cara penilaian afgar, nilai Afgar mempunyai hubungan erat dengan beratnya
asfiksia dan biasanya dinilai satu menit dan lima menit setelah bayi. Angka ini
penting artinya karena dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk menentukan cara
resusitasi yang akan dikerjakan.
Ø Resusitasi Bayi
Untuk mendapatkan hasil yang sempurna dalam
resusitasi, prinsip dasar yang perlu di ingat ialah :
1.
Menciptakan
lingkungan yang baik bagi bayi dan mengusahakan tetap bebasnya jalan napas
2.
Memberikan
bantuan pernafasan secara aktif kepada bayi dengan usaha pernapasan buatan
3.
Memperbaiki
asidosis yang terjadi
4.
Menjaga
agar peredaran darah tetap baik
Tindakan-tindakan yang dilakukan pada bayi dapat
dibagi dalam 2 golongan :
a. Tindakan umum
Tindakan ini dikerjakan pada setiap
bayi tanpa memandang nilai apgar.setelah setelah bayi lahir, diusahakan agar
bayi mendapat pemanasan yang baik.harus dicegah atau dikurangi kehilangan panas
dari tubuhnya .Penggunaan sinar lampu untuk pemanasan luar dan untuk
mengeringkan tubuh bayi mengurangi evaporasi.
Bayi diletakkan dengan kepala lebih
rendah dan penghisapan saluran pernapasan bagian atas segera dilakukan . Hal
ini harus dikerjakan dengan hati-hati untuk menghindarkan timbulnya
kerusakan-kerusakan mukosa jalan napas , spasmus laring , atau kolaps
paru-paru. Bila bayi belum memperlihatkan usaha bernapas, rangsangan
terhaadapnya harus segera dikerjakan. Hal ini dapat berupa rangsangan nyeri
dengan cara memukul kedua telapak kaki, menekan tendon acchiless, atau pada
bayi-bayi tertentu diberi suntikan vitamin K.
b. Tindakan khusus
Tindakan dikerjakan setelah tindakan
umum diselenggarakan tanpa hasil, prosedur yang dilakukan disesuaikan dengan
beratnya asfiksia yang timbul pada bayi , yang dinyatakan oleh tinggi-rendahnya
nilai Apgar.
1. Asfiksia berat ( nilai apgar 0-3 )
Resusitasi
aktif dalam keadaan ini harus segera dilakukan. Langkah utama ialah memperbaiki
ventilasi paru-paru dengan memberikan O2 secara tekanan langsung dan
berulang-ulang. Cara yang terbaik ialah melakukan intubasi endrotrakeal dan
setelah katetet dimasukkan kedalam trakea, O2 diberikan dengan tekanan tidak
lebih dari 30 ml air. Tekanan positif dikerjakan dengan meniupkan udara yang
telah diperkaya dengan O2 melalui kateter tadi. Untuk mencapai tekanan 30 ml
air peniupan dapat dilakukan dengan kekuatan kurang lebih 1/3 – ½ dari tiupan maksimal yang dapat
dikerjakan.
Bila
tindakan-tindakan tersebut diatas tidak memberi hasil yang diharapkan, keadaan
bayi harus dinilai lagi karena hal ini mungkin disebabkan oleh gangguan
keseimbangan asam dan basa yang belum diperbaiki secara semestinya, adannya
gangguan orgaanik seperti hernia diagragmatika, atresia atau stenosis jalan
napas, dan lain-lain
2. Asfiksia ringan-sedang ( nilai Apgar 4-6
)
Disini
dicoba melakukan rangsangan untuk menimbulkan reflex pernapasan. Hal ini dapat
dikerjakan selama 30-60 detik setelah penilaian menurut apgar 1 menit. Bila
pernapasan tidak timbul, pernapasan buatan harus segera dimulai. Pernapasan
aktif yang sederhana dapat dilakukan secara pernapasan kodong ( frog brathing )
. Cara ini dikerjakan dengan memasukkan pipa kedalam hidung, dan O2 dialirkan
dengan kecepatan 1-2 liter dalam satu menit. Agar saluran napas bebas, bayi
diletakkan dengn kepala dalam
dorsofleksi . Secara teratur dilakukan gerakan membuka dan menutup lubang
hidung dan mulut dengan disertai menggerakkan dagu keatas dan kebawah dalam
frekuensi 20 kali semenit.
Tindakan
dinyatakan tidak berhasil bila setelah dilakukan beberapa saat, terjadi
penurunan frekuensi jantung atau pemburukan tonus otot. Dalam hal demikian bayi
harus diperlakukan sebagai penderita asfiksia berat.
c. Tindakan lain-lain dalam resusitasi
Pengisapan cairan lambung hanya
dilakukan pada bayi-bayi tertentu untuk menghindarkan kemungkinan timbulnya
regurgitasi dan aspirasi, terutama pada bayi yang sebelumnya menderita
gawat-janin, yang dilahirkan dari ibu yang mendapat obat-obat
analgesia/anesthesia dalam persalinannya, bayi premature dan sebagainya.
Tentang penggunaan obat-obat analeptic
seperti lobelin, koramin, vandid,dan lain-lain dewasa ini tidak diberikan lagi
dan asfiksis berat bahkan merupakan kontraindikasi untuk penggunaannya .
Nalorphin merupakan obat satu-satunya yang dapat diberikan pada bayi apabila
asfiksia yang terjadi disebabkan oleh penekanan pernafasan akibat morfin atau
pethidin dan obat-obat berasal dari golongan itu yang diberikan pada ibu selama
persalinan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari
hasil makalah diatas dapat disimpulkan bahwa Asfiksia neonatorum merupakan
masalah pada bayi baru lahir dengan angka morbiditas dan mortalitas yang
tinggi. Dalam rangka menurunkan Angka Kematian Perinatal dan Angka Kematian
Neonatal Dini, masalah ini perlu segera ditanggulangi dengan berbagai macam
cara dan usaha mulai dari aspek promotif, kuratif dan rehabilitative.
Menurut
Sudarti, Setiap persalinan diakhiri paling seikit satu tenaga yang bertanggung
jawab pada bayi dan dapat memulai tindakan resusitasi. Petugas tersebut harus
mampu melakukan resusitasi dengan lengkap. Jika telah diketahui kemungkinan
kebutuhan resusitasi yang kompleks maka cari petugas lain yang diperlikan
dikamar bersalin sebelum persalinan dan siapkan peralatan resusitasi sebelum
persalinan.
3.2
Saran
Dari hasil kesimpulan yang telah
dikemukakan maka dapat diberikan saran-saran sebagai bahan masukan bagi pihak
yang bersangkutan dalam rangka meningkatkan kualitas dalam pemberian obat anti
diuretik guna menunjang peningkatan kualitas kesehatan ibu sehingga dapat
menjadi literature guna mendukung peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
khususnya kesehatan ibu.
DAFTAR
PUSTAKA
Aminullah
Asril.1994, Ilmu Kebidanan, Yayasan
Bina pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.
Bagus
Gde Manuaba, Ida.1998, Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, EGC:
Jakarta.
Prawiro
Hardjo, Sarwono. 2005, Ilmu Kebidanan,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.
Sudarti.
2013, Asuhan Kebidanan Neonatus Risiko
Tinggi dan Kegawatan. Nuha Medika: Yogyakarta.
ASFIKSIA NEONATORUM
4/
5
Oleh
My Story