Friday, 23 February 2018

ASFIKSIA NEONATORUM


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Asfiksia merupakan penyebab kematian 19% luaran BBL akan lebih baik, 10% BBL memerlukan sebagian tindakan resusitasi 1% memerlukan resusitasi lengkap. Walaupun tidak semua, kebanyakan resusitasi BBL dapat diantisipasi. Penting untuk menilai faktor resiko intra dan anterpartum yang berhubungan dengan kbutuhan resusitasi. (Sudarti, 2013 : 63).
Menurut Sudarti, Setiap persalinan diakhiri paling sedikit satu tenaga yang bertanggung jawab pada bayi dan dapat memulai tindakan resusitasi. Petugas tersebut harus mampu melakukan resusitasi dengan lengkap. Jika telah diketahui kemungkinan kebutuhan resusitasi yang kompleks maka cari petugas lain yang diperlikan dikamar bersalin sebelum persalinan dan siapkan peralatan resusitasi sebelum persalinan.
Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada tahun pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada minggu pertama, meninggal pada hari pertama. Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi berat lahir rendah. Kurang lebih 99% kematian ini terjadi di negara berkembang dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan pengenalan dini dan pengobatan yang tepat. (Asril, Aminullah, 1994).
Asfiksia neonatorum adalah kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa depresi pernapasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. Oleh sebab itu, asfiksia memerlukan intervensi dan resusitasi segera untuk meminimalkan mortalitas dan morbiditas. Survei atas 127 institusi pada 16 negara—baik negara maju ataupun berkembang—menunjukkan bahwa sarana resusitasi dasar seringkali tidak tersedia, dan tenaga kesehatan kurang terampil dalam resusitasi bayi. Sebuah penelitian di 8 negara. (Asril, Aminullah, 1994 : 34).

1.2  Rumusan Masalah
a.       Menjelaskan pengertian Asfiksia Neonatorum ?
b.      Menjelaskan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi Asfiksia  Neonatorum ?

1.3  Tujuan Penulisan
      Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk mengetahui pengertian Asfiksia Neonatorum dan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi Asfiksia Neonatorum.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Asfiksia Neonatorum
Asfiksia Neonatorum ialah keadaaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan leh hispoksia janin dalam uterus dan hispoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. (Prawiro Hardjo, Sarwono, 2005 : 709).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Bagus Gde Manuaba, Ida, 1998 : 319)
Asfiksia neonatrum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan hipoksia dan hiperkapnu serta sering berakhir dengan asidosis. (jitowiyono, sugeng dkk, 2011 : 71).
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia (asfiksia primer) atau mungkin dapat bernafas tetapi kemudian mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir (asfiksia sekunder). (Sudarti, 2013 :64).

2.2 Faktor yang perlu diperhatikan dalam menghadapi bayi Asfiksia  Neonatorum
Menurut Prawiro Hardjo Sarwono, Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujaun mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia. Faktor-faktor tersebut ialah
Ø  Etiologi dan faktor predisposisi
     Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas serta traspor O2 dari ibu ke janin sehingga terapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun kibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.
     Ganggaun menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, penyakit jantung, dan lain-lain. Pada keadaan keadaan terakhir ini pengaruh ehadap janin disebabkan leh gangguan oksigenisasi serta kekurangan pemberian zat-zat makanan berhubungan dengan gangguan fungsi plasenta. Hal ini dapat dicegah atau dikurangi dengan melakukan pemeriksaan antenatal yang sempurna, sehingga perbaikan sedini-dininya dapat diusahakan.
     Menurut Sudarti,  Adapun Gejala dan tanda asfiksia adalah :
·         Tidak bernafas atau nafas megap-megap atau pernafasan lambat (kurang dari 30 x permenit)
·         Pernapasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi ( pelekukan dada )
·         Tangisan lemah atau merintih
·         Warna kulit pucat atau biru ( tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai )
·         Denyut jantung tidak ada atau lambat ( bradikardia ) ( kurang dari 100 x permenit)
     Faktor-faktor ang timbul dalam persalianan bersifat lebih mendadak dan hampir selalu mengakibtkan anoksia atau hipoksiabjanin dan berakhir dengan asfiksia bayi. Keadaan ini perlu dikenal, agar dapat dilakukan persiapan yang sempurna pada saat bayi lahir. Faktor-faktr yang mendadak ini terdiri atas :
a.       Faktor-faktor dari pihak janin, seperti
                                                1.)     Gangguan aliran darah dakam tali pusat karena tekanan tali pusat
                                                2.)     Defresi pernapasan karna obat-bat anestsia/analgetika yang diberikan kepada ibu, perdarahan intracranial,dan kelainan bawaan (hernia diafragmatika, atresia saluran pernafasan, hypoplasia paru-paru, dll).
b.      Faktor-faktor dari pihak ibu, seperti :
                                                1.)     Gangguan his, misalnya hipertoni dan tetani
                                                2.)     Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan misalnya pada plasenta previa
                                                3.)     Hipertensi pada eklampsia
                                                4.)     Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plassenta
Ø  Gangguan homeostatis
     Perubahan pertukaran gas dan transfor oksigen selama kehamilan dan persalinan akan mempengaruhi oksigenisasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan fungsi sel . Gangguan fungsi ini dapat ringan serta sementara atau menetap. Tergantung dari perubahan homeostatis yang terdapat pada janin. Perubahan homeostatis ini berhubungan erat dengan beratnya dan lamanya anoksia atau hipoksia yang diderita. 

Ø  Diagnosis
     Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia  janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin.Tiga hal perlu mendapat perhatian yaitu:
a.       Denyut jantung janin
          Frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan semenit , selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula, peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya , akan tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 semenit diluar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tandda bahaya.Dibeberapa elektrokardiograf janin digunakan untuk terus menerus mengawasi keadan denyut jantung dalam persalinan.
b.      Mekonium dalam air ketuban
          Mekonium pada presentasi sunsang tiak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya meknium dalam air ketuban pada presentassi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
c.       Pemeriksaan PH darah janin
          Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh dari darah janin. Darah ini diperiksa ph-nya.Adanya Asidosis menyebabkan turunnya ph apabila Ph itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya oleh beberapa penulis.
          Diagnosis gawat janin untuk dapat menyelamatkan dan dengan demikian membatasi morbiditas dan mortalitas perinatal.Selain itu kelahiran bayi yang tela menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia neonatorum,sehingga perlu diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut.jika terdapat asfikia,tingkatnya perlu dikenal untuk dapat melakukan resusitsi yang sempurna.untuk hal ini diperlukan cara penilaian afgar, nilai Afgar mempunyai hubungan erat dengan beratnya asfiksia dan biasanya dinilai satu menit dan lima menit setelah bayi. Angka ini penting artinya karena dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi yang akan dikerjakan.

Ø  Resusitasi Bayi
     Untuk mendapatkan hasil yang sempurna dalam resusitasi, prinsip dasar yang perlu di ingat ialah :
1.      Menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi dan mengusahakan tetap bebasnya jalan napas
2.      Memberikan bantuan pernafasan secara aktif kepada bayi dengan usaha pernapasan buatan
3.      Memperbaiki asidosis  yang terjadi
4.      Menjaga agar peredaran darah tetap baik

Tindakan-tindakan yang dilakukan pada bayi dapat dibagi dalam 2 golongan :
a.       Tindakan umum
          Tindakan ini dikerjakan pada setiap bayi tanpa memandang nilai apgar.setelah setelah bayi lahir, diusahakan agar bayi mendapat pemanasan yang baik.harus dicegah atau dikurangi kehilangan panas dari tubuhnya .Penggunaan sinar lampu untuk pemanasan luar dan untuk mengeringkan tubuh bayi mengurangi evaporasi.
          Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah dan penghisapan saluran pernapasan bagian atas segera dilakukan . Hal ini harus dikerjakan dengan hati-hati untuk menghindarkan timbulnya kerusakan-kerusakan mukosa jalan napas , spasmus laring , atau kolaps paru-paru. Bila bayi belum memperlihatkan usaha bernapas, rangsangan terhaadapnya harus segera dikerjakan. Hal ini dapat berupa rangsangan nyeri dengan cara memukul kedua telapak kaki, menekan tendon acchiless, atau pada bayi-bayi tertentu diberi suntikan vitamin K.
b.      Tindakan khusus
          Tindakan dikerjakan setelah tindakan umum diselenggarakan tanpa hasil, prosedur yang dilakukan disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul pada bayi , yang dinyatakan oleh tinggi-rendahnya nilai Apgar.
1.    Asfiksia berat ( nilai apgar 0-3 )
                  Resusitasi aktif dalam keadaan ini harus segera dilakukan. Langkah utama ialah memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O2 secara tekanan langsung dan berulang-ulang. Cara yang terbaik ialah melakukan intubasi endrotrakeal dan setelah katetet dimasukkan kedalam trakea, O2 diberikan dengan tekanan tidak lebih dari 30 ml air. Tekanan positif dikerjakan dengan meniupkan udara yang telah diperkaya dengan O2 melalui kateter tadi. Untuk mencapai tekanan 30 ml air peniupan dapat dilakukan dengan kekuatan kurang lebih 1/3  – ½ dari tiupan maksimal yang dapat dikerjakan.
            Bila tindakan-tindakan tersebut diatas tidak memberi hasil yang diharapkan, keadaan bayi harus dinilai lagi karena hal ini mungkin disebabkan oleh gangguan keseimbangan asam dan basa yang belum diperbaiki secara semestinya, adannya gangguan orgaanik seperti hernia diagragmatika, atresia atau stenosis jalan napas, dan lain-lain
2.      Asfiksia ringan-sedang ( nilai Apgar 4-6 )
            Disini dicoba melakukan rangsangan untuk menimbulkan reflex pernapasan. Hal ini dapat dikerjakan selama 30-60 detik setelah penilaian menurut apgar 1 menit. Bila pernapasan tidak timbul, pernapasan buatan harus segera dimulai. Pernapasan aktif yang sederhana dapat dilakukan secara pernapasan kodong ( frog brathing ) . Cara ini dikerjakan dengan memasukkan pipa kedalam hidung, dan O2 dialirkan dengan kecepatan 1-2 liter dalam satu menit. Agar saluran napas bebas, bayi diletakkan dengn kepala  dalam dorsofleksi . Secara teratur dilakukan gerakan membuka dan menutup lubang hidung dan mulut dengan disertai menggerakkan dagu keatas dan kebawah dalam frekuensi 20 kali semenit.
            Tindakan dinyatakan tidak berhasil bila setelah dilakukan beberapa saat, terjadi penurunan frekuensi jantung atau pemburukan tonus otot. Dalam hal demikian bayi harus diperlakukan sebagai penderita asfiksia berat.
c.       Tindakan lain-lain dalam resusitasi
          Pengisapan cairan lambung hanya dilakukan pada bayi-bayi tertentu untuk menghindarkan kemungkinan timbulnya regurgitasi dan aspirasi, terutama pada bayi yang sebelumnya menderita gawat-janin, yang dilahirkan dari ibu yang mendapat obat-obat analgesia/anesthesia dalam persalinannya, bayi premature dan sebagainya.
          Tentang penggunaan obat-obat analeptic seperti lobelin, koramin, vandid,dan lain-lain dewasa ini tidak diberikan lagi dan asfiksis berat bahkan merupakan kontraindikasi untuk penggunaannya . Nalorphin merupakan obat satu-satunya yang dapat diberikan pada bayi apabila asfiksia yang terjadi disebabkan oleh penekanan pernafasan akibat morfin atau pethidin dan obat-obat berasal dari golongan itu yang diberikan pada ibu selama persalinan.



BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Dari hasil makalah diatas dapat disimpulkan bahwa Asfiksia neonatorum merupakan masalah pada bayi baru lahir dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Dalam rangka menurunkan Angka Kematian Perinatal dan Angka Kematian Neonatal Dini, masalah ini perlu segera ditanggulangi dengan berbagai macam cara dan usaha mulai dari aspek promotif, kuratif dan rehabilitative.
Menurut Sudarti, Setiap persalinan diakhiri paling seikit satu tenaga yang bertanggung jawab pada bayi dan dapat memulai tindakan resusitasi. Petugas tersebut harus mampu melakukan resusitasi dengan lengkap. Jika telah diketahui kemungkinan kebutuhan resusitasi yang kompleks maka cari petugas lain yang diperlikan dikamar bersalin sebelum persalinan dan siapkan peralatan resusitasi sebelum persalinan.

3.2  Saran
     Dari hasil kesimpulan yang telah dikemukakan maka dapat diberikan saran-saran sebagai bahan masukan bagi pihak yang bersangkutan dalam rangka meningkatkan kualitas dalam pemberian obat anti diuretik guna menunjang peningkatan kualitas kesehatan ibu sehingga dapat menjadi literature guna mendukung peningkatan kualitas pelayanan kesehatan khususnya kesehatan ibu.



                                                           DAFTAR PUSTAKA

Aminullah Asril.1994, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.  
Bagus Gde Manuaba, Ida.1998, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, EGC: Jakarta.
Prawiro Hardjo, Sarwono. 2005, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.
Sudarti. 2013, Asuhan Kebidanan Neonatus Risiko Tinggi dan Kegawatan. Nuha Medika: Yogyakarta.

Artikel Terkait

ASFIKSIA NEONATORUM
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email