BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Atresia esophagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan
tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal.
Atresia esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan
kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.
Atresia Esofagus meliputi kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan
kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan dengan trakhea. Pada 86%
kasus terdapat fistula trakhea oesophageal di distal, pada 7% kasus tanpa
fistula Sementara pada 4% kasus terdapat fistula tracheooesophageal tanpa
atresia, terjadi 1 dari 2500 kelahiran hidup. Bayi dengan Atresia Esofagus
tidak mampu untuk menelan saliva dan ditandai sengan jumlah saliva yang sangat
banyak dan membutuhkan suction berulangkali.
Kemungkinan atresia semakin meningkat dengan ditemukannya
polihidramnion. Selang nasogastrik masih bisa dilewatkan pada saat
kelahiran semua bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion sebagaimana juga bayi
dengan mukus berlebihan, segara setelah kelahiran untuk membuktikan atau
menyangkal diagnosa. Pada atresia esofagus selang tersebut tidak akan lewat
lebih dari 10 cm dari mulut (konfirmasi dengan Rongent dada dan perut).
Angka keselamatan berhubungan langsung terutama dengan berat badan lahir dan
kelainan jantung, angka keselamatan bisa mendekati 100%, sementara jika
ditemukan adanyan salah satu faktor resiko mengurangi angka keselamatan hingga
80% dan bisa hingga 30-50 % jika ada dua faktor resiko.
Atresia esophagus merupakan kelainan kongenital yang cukup sering
dengan insidensi rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup.
Insidensi atresia esophagus di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran
hidup. Di dunia, insidensi bervariasi dari 0,4-3,6 per 10.000 kelahiran hidup.
Insidensi tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran
hidup. Masalah pada atresia esophagus adalah ketidakmampuan untuk menelan,
makan secara normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi
dari lambung.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan
Atresia Esophagus ?
2.
Apa saja penyebab dan Etiologi
dari Atresia Esophagus ?
3.
Apa saja kasifikasi, Tanda dan
gejala pada Atresia Esophagus ?
4.
Bagaimana mendiagnosa dan
komplikasi apa saja dari Atresia Esophagus ?
5.
Bagaimana Patofiologi Atresia
Esophagus
6.
Bagaimana penatalaksanaan dan
pengobatan pada Atresia Esophagus ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui apa yang
dimaksud dengan Atresia Esophagus
2.
Untuk mengetahui apa saja
penyebab dan Etiologi dari Atresia Esophagus
3.
Untuk mengetahui apa saja
kasifikasi, Tanda dan gejala pada Atresia Esophagus
4.
Untuk mengetahui bagaimana
mendiagnosa dan komplikasi apa saja dari Atresia Esophagus
5.
Untuk mengetahui bagaimana
Patofiologi Atresia Esophagus
6.
Untuk mengetahui bagaimana
penatalaksanaan dan pengobatan pada Atresia Esophagus
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Atresia Esophagus
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah
suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu), pada esofagus (+). Pada
sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼
-1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi
karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula).
Kelainan lumen esophagus ini
biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia esofagaus sering
disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastroin
testinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata).
Atresia esofagus adalah malpormasi yang disebabkan oleh kegagalan
esofagus untuk mengadakan pasase yang kontinu : esophagus mungkin saja atau
mungkin juga tidak membentuk sambungan dengan trakea ( fistula
trakeoesopagus) atau atresia esophagus adalah kegagalan esophagus untuk
membentuk saluran kotinu dari faring ke lambung selama perkembangan
embrionik adapun pengertian lain yaitubila sebua segmen esoofagus mengalami
gangguan dalam pertumbuhan nya( congenital) dan tetap sebaga bagian tipis
tanpa lubang saluran.
Fistula trakeo esophagus adalah hubungan abnormal antara trakeo dan
esofagus . Dua kondisi ini biasanya terjadi bersamaan, dan mungkin disertai
oleh anomaly lain seperti penyakit jantung congenital. Untuk alas an yang tidak
diketahui esophagus dan trakea gagal untuk berdeferensiasi dengan tepat
selama gestasi pada minggu keempat dan kelima. Atresia Esofagus termasuk
kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus
dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.
2.2 Epidemiologi Atresia Esophagus
Atresia esofagus pertama kali
dikemukakan oleh Hirschprung seorang ahli anak dan Copenhagen pada abad 17
tepatnya pada tahun 1862 dengan adanya lebih kurang 14 kasus atresia esophagus.
Kelainan ini sudah diduga sebagai suatu malformasi dari traktus
gastrointestinal.
Meskipun
sejarah penyakit atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus telah dimulai pada
abad ke 17, namun penanganan bedah terhadap anomali tersebut tidak berubah
sampai tahun 1869. Baru pada tahun 1939, Leven dan Ladd telah berhasil
menyelesaikan penanganan terhadap atresia esophagus. Lalu di tahun 1941 seorang
ahli bedah Cameron Haigjit dad Michigan telah berhasil melakukan operasi pada
atresia esofagus dan sejak itu pulalah bahwa Atresia Esofagus sudah termasuk
kelainan kongenital yang bisa diperbaiki.
Di Amerika Utara
insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran hidup, angka
ini makin lama makin menurun dengan sebab yang belum diketahui. Secara
Internasional angka kejadian paling tinggi terdapat di Finlandia yaitu 1:2500
kelahiran hidup. Atresia Esofagus 2-3 kali lebih sering pada janin
yang kembar.
Kecenderungan
peningkatan jumlah kasus atresia esophagus tidak berhubungan dengan ras
tertentu. Namun dari suatu penelitian didapatkan bahwa insiden atresia
esophagus paling tinggi ditemukan pada populasi kulit putih (1 kasus per10.000
kelahiran) dibanding dengan populasi non-kulit putih (0,55 kasus per 10.000
kelahiran).
Jenis kelamin laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan pada
perempuan untuk mendapatkan kelainan atresia esophagus. Rasio kemungkinan untuk
mendapatkan kelainan esophagus antara laki-laki dan perempuan adalah sebesar
1,26:1. Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus adalah kelainan kongenital
pada neonatus yang dapat didiagnosis pada waktu-waktu awal kehidupan. Beberapa
penelitian menemukan insiden atresia esophagus lebih tinggi pada ibu yang
usianya lebih muda dari 19 tahun dan usianya lebih tua dari 30 tahun, dimana
beberapa penelitian lainnya juga mengemukakan peningkatan resiko atresia
esophagus terhadap peningkatan umur ibu.
2.3 Etiologi Atresia Esophagus
Sampai saat ini belum diketahui zat
teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan atresia esophagus,
hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara kandung
yang terkena. Atresia esophagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi 21,13
dan 18 dengan dugaan penyebab genetik. Namun saat ini, teori tentang terjadinya
atresia esophagus menurut sebagian besar ahli tidak lagi berhubungan dengan
kelainan genetik. Perdebatan tentang proses embriopatologi masih terus
berlanjut.
Selama embryogenesis proses elongasi
dan pemisahan trakea dan esophagus dapat terganggu. Jika pemisahan
trekeoesofageal tidak lengkap maka fistula trakeoesofagus akan terbentuk. Jika
elongasi melebihi proliferasi sel sebelumnya, yaitu sel bagian depan dan
belakang jaringan maka trakea akan membentuk atresia esophagus.
Atresia esophagus dan fistula
trakeoesofagus sering ditemukan ketika bayi memiliki kelainan kelahiran seperti
:
Ø Trisomi
Ø Gangguan
saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika, atresia duodenal, dan
anus imperforata).
Ø Gangguan
jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogifallot, dan patent ductus
arteriosus).
Ø Gangguan ginjal
dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau horseshoe kidney, tidak
adanya ginjal,dan hipospadia).
Ø Gangguan
Muskuloskeletal
Ø Sindrom VACTERL
(yang termasuk vertebr, anus, candiac, tracheosofagealfistula, ginjal, dan
abnormalitas saluran getah bening).
Ø Lebih dari
setengah bayi dengan fistula atau atresia esophagus memiliki kelainan lahir
Atresia
Esophagus dapat disebababkan oleh beberapa hal, diantaranya sebagai berikut :
Ø Faktor obat => Salah satu obat
yang dapat menimbulkan kelainan kongenital yaitu thali domine .
Ø Faktor radiasi => Radiasi pada
permulaan kehamilan mungkin dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin
yang dapat menimbulkan mutasi pada gen
Ø Faktor
gizi
Ø Deferensasi usus depan yang tidak
sempurna dan memisahkan dari masing –masing menjadi esopagus dan trachea
.
Ø Perkembangan sel endoteal yang
lengkap sehingga menyebabkan terjadinya
atresia.
Ø Perlengkapan dinding lateral usus
depan yang tidak sempurna sehingga terjadi fistula trachea esophagus
Ø Tumor esophagus.
Ø Kehamilan dengan hidramnion
Ø Bayi lahir prematur,
Tapi tidak semua
bayi yang lahir premature mengalami penyakit ini. Dan ada alasan yang tidak
diketahui mengapa esefagus dan trakea gagal untuk berdiferensiasi dengan tepat
selama gestasi pada minggu ke empat dan ke lima.
2.4 Klasifikasi Atresia Esophagus
Klasifikasi asli oleh Vogt tahun 1912
masih digunakan sampai saat ini . Gross pada tahun 1953 memodifikasi
klasifikasi tersebut, sementara Kluth 1976 menerbitkan "Atlas Atresia
Esofagus" yang terdiri dari 10 tipe utama, dengan masing-masing subtipe
yang didasarkan pada klasifikasi asli dari Vogt. Hal ini terlihat lebih mudah
untuk menggambarkan kelainan anatomi dibandingkan memberi label yang sulit
untuk dikenali.
Atresia Esophagus diklasifikasikan sebagai berikut :
Ø Atresia
Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 86% Vogt 111.grossC)
Merupakan
gambaran yang paling sering pada proksimal esofagus, terjadi dilatasi dan
penebalan dinding otot berujung pada mediastinum superior setinggi vetebra
thoracal III/IV. Esofagus distal (fistel), yang mana lebih tipis dan sempit,
memasuki dinding posterior trakea setinggi carina atau 1-2 cm diatasnya. Jarak
antara esofagus proksimal yang buntu dan fistula trakheooesofageal distal
bervariasi mulai dari bagian yang overlap hingga yang berjarak jauh.
Ø
Atresia Esofagus terisolasi tanpa
fistula ( 7%, Vogg II, Gross A)
Esofagus distal dan proksimal benar-benar berakhir tanpa
hubungan dengan segmen esofagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan
biasanya berakhir setinggi mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis II.
Esofagus distal pendek dan berakhir pada jarak yang berbeda diatas diagframa.
Ø
Fistula trakheo esofagus tanpa atresia
( 4 %, Groos E)
Terdapat hubungan seperti fistula antara esofagus yang
secara anatomi cukup intak dengan trakhea. Traktus yang seperti fistula ini
bisa sangat tipis/sempit dengan diameter 3-5 mm dan umumnya berlokasi pada
daerah servikal paling bawah. Biasanya single tapi pernah ditemukan dua bahkan
tiga fistula.
Ø
Atresia esofagus dengan fistula
trakeo esofagus proksimal (2%. Vogt III & Gross B).
Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun perlu
dibedakan dari jenis terisolasi. Fistula bukan pada ujung distal esofagus tapi
berlokasi 1-2 cm diatas ujung dinding depan esofagus.
Ø
Atresia esofagus dengan fistula
trakheo esofagus distal dan proksimal
Pada kebanyakan
bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan di terapi sebagai atresia
proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran
pernapasan berulang, pemeriksaan yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula
dapat dilakukan dan diperbaiki keseluruhan. Seharusnya sudah dicurigai dari
kebocoran gas banyak keluar dari kantong atas selama membuat/ merancang
anastomose.
2.5 Tanda dan
Gejala Atresia Esophagus
Tanda dan gejala Atresia Esofagus yang mungkin timbul:
Ø Batuk ketika makan atau minum
Ø Bayi menunjukkan kurangnya minat
terhadap makanan atau ketidakmampuan untuk menerima nutrisi yang cukup
(pemberian makan yang buruk
Ø Gelembung berbusa putih di mulut
bayi
Ø Memiliki kesulitan bernapas
Ø Memiliki warna biru atau ungu pada
kulit dan membran mukosa karena kekurangan oksigen (sianosis)
Ø Meneteskan air liur
Ø Muntah-muntah
Ø Biasanya disertai hidramnion (60%)
dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan frekuensi bayi lahir prematur,
sebaiknya dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa kehamilan ibu diertai
hidramnion hendaknya dilakukan kateterisasi esofagus. Bila kateter terhenti
pada jarak ≤ 10 cm, maka di duga atresia esofagus.
Ø Bila pada bbl Timbul sesak yang
disertai dengan air liur yang meleleh keluar, di curigai terdapat atresia
esofagus.
Ø Segera setelah di beri minum, bayi
akan berbangkis, batuk dan sianosis karena aspirasi cairan kedalam jalan nafas.
Ø Pada fistula trakeosofagus, cairan
lambung juga dapat masuk kedalam paru, oleh karena itu bayi sering sianosis
2.6 Diagnosis Atresia Esophagus
Atresia
Esophagus dapat di diagnosa dari beberapa hal, diantaranya adalah sebagai
berikut :
Ø Biasanya disertai denga hydra amnion
(60 %) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan frekuensi bayi ang lahir
premature. Sebaliknya bila dari ananese ditetapkan keterangan bahwa kehamilan
ibu disertai hidraamnion, hendakla dilakukan kateterisasiesofagus dengan
kateter pada jarak kurang dari 10 cm , maka harus didiga adanya atresia
esophagus.
Ø Bila pada bayi baru lahir timbul
sesak napas yang disertai air liur meleleh keluar, harus dicurigai adanya
atresia esfagus.
Ø Segera setlah diberi minum, bay akan
berbangkis, batuk dan sianosis karena aspiasi cairan kedam jalan nafas.
Ø Dianosis pasti dapat dibuat denga
foto toraks yang akan menunjukkan gambaran kateter terhenti pada tempat
atresia. Pemberian kontras kedalam esophagus dapat memberikan gambaran
yang lebih pasti, tapi cara ini tidak dianjurkan.
Ø Perlu dibedakan pada pemeriksaan
fisis apakah lambung terisi udara atau kosong untuk menunjang atau
menyingkirkan terdapatnya fistula trakeoesofagus. Hal ini dapat terlihat
pada foto abdomen.
2.7 Komplikasi Atresia Esophagus
Komplikasi-komplikasi
yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan fistula
atresia esophagus adalah sebagai berikut :
Ø Dismotilitas
esophagus => Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus.
Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini
terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum.
Ø Gastroesofagus
refluk => Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami
gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung
naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat
(medical) atau pembedahan.
Ø Trakeo
esogfagus fistula berulang => Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan
seperti ini.
Ø Disfagia
atau kesulitan menelan => Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat
esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk
tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
Ø Kesulitan
bernafas dan tersedak => Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan
makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea.
Ø Batuk
kronis => Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia
esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
Ø Meningkatnya
infeksi saluran pernafasan => Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah
kontakk dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh
dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.
2.8 Patofisiologi Atresia Esophagus
Patogenesis dan
etiologi atresia esofagus tidaklah jelas. Trakea dan esofagus normalnya
berkembang dan terpisah akibat lipatan cranial, ventral, dan dorsal yang muncul
di dalam foregut. Atresia esofagus dengan fistula distal akibat dari invaginasi
ventral yang berlebihan pada lipatan faringo-esofagus, yang menyebabkan kantung
esofagus bagian atas mencegah lipatan cranial dari menuju ke bawah ke lipatan
ventral. Untuk itu, sambungan dipasangkan antara esofagus dan trakea.
Terdapat
beberapa tipe atresia esofagus, tetapi anomali yang umum adalah fistula antara
esofagus distal dan trakea, sebanyak 80% bayi baru lahir dengan kelainan
esofagus. Atresia esofagus dan tracheoesophageal fistula diduga sebagai akibat
pemisahan yang tidak sempurna antara lempengan paru dari foregut selama masa
awal perkembangan janin. Sebagian besar anomali kongenital pada bayi baru lahir
meliputi vertebra, ginjal, janutng, muskuloskeletal, dan sistem
gastrointestinal.
Walaupun
kelainan perkembangan pada esofagus merupakan hal yang tidak umum terjadi,
tetapi apabila terjadi ketidaknormalan harus segera dikoreksi, karena dapat
mengancam nyawa. Karena hal ini dapat menyebabkan regurgitasi ketika bayi
diberi makan. Agenesis pada esofagus sangat jarang terjadi, kebanyakan atresia
dan pembentukan fistula. Pada atresia, segmen esofagus hanya berupa thin,
noncanalized cord, dengan kantung proksimal yang tersambung ke faring dan
kantung bagian bawah yang menuju ke lambung. Atresia sering terdapat pada
bifurksasi (dibagi menjadi dua cabang) trakea terdekat. Jarang hanya atresia
sendiri, tetapi biasanya sering dijumpai bersamaan dengan fistula yang
menyambungkan kantung bawah atau atas dengan bronkus atau trakea. Anomali yang berhubungan
meliputi congenital heart disease, neurologic disease, genitourinary disease,
dan other gastrointestinal malformations. Atresia terkadang dihubungkan dengan
arteri umbilikus tunggal.
2.9
Penatalaksanaan pada Atresia Esophagus
Pasang sonde lambung
no. 6 – 8 F yang cukup halus. Dan radioopak sampai di esophagus yang buntu.
Lalu isap air liur secara teratur setiap 10 – 15 menit.
Pada Gross type
II, tidur terlentang kepala lebih tinggi. Pada Gross type I, tidur terlentang
kepala lebih rendah. Bayi dipuasakan dan diinfus. Kemudian segera siapkan
operasi.(FKUI.1982).
Pemberian minum
baik oral/enteral merupakan kontra indikasi mutlak untuk bayi ini. Bayi
sebaiknya ditidurkan dengan posisi “prone”/ telungkup, dengan posisi kepala 30o
lebih tinggi. Dilakukan pengisapan lendir secara berkala, sebaiknya dipasang
sonde nasogastrik untuk mengosongkan the blind-end pouch. Bila perlu bayi
diberikan dot agar tidak gelisah atau menangis berkepanjangan.
Penatalaksanaan
oleh bidan adalah sebagai berikut :
Ø Pasang sonde lambung antara No 6-8 F
yang cukup kalen dan radio opak sampai di esophagus yang buntu. Lalu isap air
liur secara teratur setiap 10-15 menit.
Ø Pada groos II bayi tidur terlentang
dengan kepala lebih tinggi.
Ø Pada groos I bayi tidur terlentang
dengan kepala lebih rendah.
Ø Bayi di puasakan dan di
infuse
Ø Konsultasi dengan yang lebih
kompeten
Ø Rujuk ke rumah
sakit
2.10
Pengobatan pada Atresia Esophagus
Penderita
atresia esophagus seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi
lambung masuk ke dalam paru-paru. Kantong esophagus harus secara teratur
dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat
harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi dan pengelolaan
anomaly penyerta kadang-kadang, kondisi penderita mengharuskan operasi tersebut
dilakukan secara bertahap:
Tahap pertama
biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan pipa gastrotomi untuk
memasukkan makanan,
Tahap kedua
adalah anastomosis primer, makanan lewat mulut biasanya dapat diterima.
Esofagografi pada hari ke 10 akan menolong menilai keberhasilan anastomosis.
Malformasi struktur trakhea sering ditemukan pada penderita atresia dan fistula esophagus. Trakeomalasia, pneumonia aspirasi berulang, dan penyakit saluran nafas reaktif sering ditemukan. Perkembangan trakheanya normal jika ada fistula, stenosis esophagus dan refluks gastroesofagus berat lebih sering pada penderita ini.
Malformasi struktur trakhea sering ditemukan pada penderita atresia dan fistula esophagus. Trakeomalasia, pneumonia aspirasi berulang, dan penyakit saluran nafas reaktif sering ditemukan. Perkembangan trakheanya normal jika ada fistula, stenosis esophagus dan refluks gastroesofagus berat lebih sering pada penderita ini.
Pengobatan pada
atresia etsophagus setelah dirujuk, yaitu antara lain:
Ø Keperawatan
=> Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah
terjadinya regurgitasi cairan lambung ke dalam paru, cairan lambung harus
sering diisap untuk mencegah aspirasi.
Ø Medik => Pengobatan dilakukan dengan operasi.
Pada penderita atresia anus ini dapat diberikan pengobatan sebagai berikut
:
ü Fistula
yaitu dengan melakukan kolostomia sementara dan setelah 3 bulan dilakukan
koreksi sekaligus
ü Eksisi
membran anal
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Atresia esofagus
merupakan suatu kelainan kongenital dengan variasi fistulatrakeoesofageal
maupun kelainan kongenital lainnya. Atresia esofagus yang dapat dicurigai
sejak kehamilan, dan di diagnosa segera setelah bayi baru lahir. Bahaya utama
pada atresia esofagus adalah resiko aspirasi, sehingga perlu dilakukan suction
berulang. Penatalaksanaanya pada atresia esofagus adalah pembedahan, tetapi
tetap dapat meninggalkan komplikasi lebih lanjut yang berhubungan dengan
gangguan motilitas esofagus.
3.2
Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memahami mengenai atresia
esophagus bagian-bagiannya serta dapat mengaplikasikan asuhan yang diberikan.
Dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan oleh karena
itu Kami mohon saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Daftar Pustaka
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak
Sakit. EGC: Jakarta.
Ngatsiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Peenerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Sacharin, Rosa M.1996. Prinsip
Keperawatan Pediatrik. EGC: Jakata.
Sudarti dan Endang Khoirunnisa. 2010. Asuhan Kebidanan
Neonatus, Bayi dan Balita. Nuha Medika. Yogyakarta.
Sudarti. 2010. Kelainan Dan Penyakit Pada Bayi dan
Anak. Nuha Medika. Yogyakarta.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman
Klinis Keperawatn Pediatrik. EGC: Jakarta.
Atresia Esophagus
4/
5
Oleh
My Story