A.
Pengertian
Sindrom Gangguan Pernapasan
Sindrom
gangguan napas ataupun sering disebut sindrom gawat napas (Respiratory Distress Syndrome/RDS) adalah istilah yang digunakan
untuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang
berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru (Whalley dan Wong,
1995). Gangguan ini biasanya juga dikenal dengan nama Hyaline membrane disease (HMD)
atau penyakit membran hialin, karena
pada penyakit ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli.
Sindrom
gangguan pernapasan adalah kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau
hiperapnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali/menit, sianosis,
rintihan pada ekspirasi dan kelainan otot-otot pernapasan pada inspirasi.
RDS
sering ditemukan pada bayi prematur.
Insidens berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya
semakin muda usia kehamilan ibu, semakin tinggi kejadian RDS pada bayi
tersebut. Sebaliknya semakin tua usia kehamilan, semakin rendah pula kejadian
RDS atau sindrome gangguan napas.
Persentase
kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi yang lahir
dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu
dan jarang sekali ditemukan pada bayi cukup bulan (matur). Insidens pada bayi
prematur kulit putih lebih tinggi dari pada bayi kulit hitam dan sering lebih
terjadi pada bayi laki-laki daripada bayi perempuan (Nelson, 1999). Selain itu,
kenaikan frekuensi juga ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita
gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya : Ibu penderita
diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio serta perdarahan antepartum.
B.
Penyebab
Sindrome Gangguan Pernapasan
Sindrom
gangguan pernapasan dapat disebabkan karena :
Ø Obstruksi
saluran pernapasan bagian atas (atresia esofagus, atresia koana bilateral)
Ø Kelainan
parenkim paru (penyakit membran hialin, perdarahan paru-paru)
Ø Kelainan
di luar paru (pneumotoraks, hernia diafragmatika)
C.
Tanda
dan Gejala Sindrom Gangguan Pernapasan
Tanda
dan gejala sindrom gangguan pernapasan sering disertai riwayat asfeksia pada
waktu lahir atau gawat janin pada akhir kehamilan. Adapun tanda dan gejalanya
adalah :
Ø Timbul
setelah 6-8 jam setelah lahir
Ø Pernapasan
cepat/hiperapnea atau dispnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60
kali/menit
Ø Retraksi
interkostal, epigastrium atau suprasternal pada inspirasi
Ø Sianosis
Ø Grunting
(terdengar seperti suara rintihan) pada saat ekspirasi
Ø Takikardia
yaitu nadi 170 kali/menit
D.
Klasifikasi
Sindrom Gangguan Pernapasan
Sindrom
gangguan pernapasan terbagi menjadi tiga yaitu :
1. Gangguan
napas berat
Dikatakan
gangguan napas berat bila :
Ø Frekuensi
napas dari 60 kali/menit dengan sianosis sentral dan tarikan dinding dada atau
merintih saat ekspirasi
2. Gangguan
napas sedang
Dikatakan
gangguan napas sedang apabila :
Ø Pemeriksaan
dengan tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi tetapi tanpa sianosis
sentral
3. Gangguan
napas ringan
Dikatakan
gangguan napas ringan apabila :
Ø Frekuensi
napas 60-90 kali/menit tanda tarikan dinding tanpa merintih saat ekspirasi atau
sianosis sentral
E.
Penatalaksanaan
pada Sindrome Ganguan Pernapasan
Bidan
sebagai tenaga medis di lini terdepan diharapkan peka terhadap pertolongan persalinan
sehingga dapat mencapai well born baby dan well health mother. Oleh karena itu
bekal utama sebagai Bidan adalah :
Ø Melakukan
pengawasan selama hamil
Ø Melakukan
pertolongan hamil resiko rendah dengan memsnfaatkan partograf WHO
Ø Melakukan
perawatan Ibu dan janin baru lahir
Berdasarkan
kriteria nilai APGAR maka bidan dapat melakukan penilaian untuk mengambil
tindakan yang tepat diantaranya melakukan rujukan medik sehingga keselamatan
bayi dapat ditingkatkan.
Penatalaksanaan
RDS atau Sindrom gangguan napas adalah sebagai berikut :
Ø Bersihkan
jalan nafas dengan menggunakan penghisap lendir dan kasa steril
Ø Pertahankan
suhu tubuh bayi dengan membungkus bayi dengan kaki hangat
Ø Atur
posisi bayi dengan kepala ekstensi agar bayi dapat bernafas dengan leluasa
Ø Apabila
terjadi apnue lakukan nafas buatan dari mulut ke mulut
Ø Longgarkan
pakaian bayi
Ø Beri
penjelasan pada keluarga bahwa bayi harus dirujuk ke rumah sakit
Ø Bayi
rujuk segera ke rumah sakit
Penatalaksanaan
medik maka tindakan yang perlu dilakukan adalah sebagsai berikut :
Ø Memberikan
lingkungan yang optimal
Ø Pemberian
oksigen, tidak lebih dari 40% sampai gejala sianosis menghilang
Ø Pemberian
cairan dan elektrolit (glukosa 5% atau 10%) disesuaikan dengan berat badan (60-125
ml/kgBB/hari) sangat diperlukan untuk mempertahankan homeostatis dan
menghindarkan dehidrasi
Ø Pemberian
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder
Ø Pemberian
surfaktan oksigen
F.
Patofisiologi
Bayi
prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi
sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis
dalam terjadi RDS, ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut disebabkan
oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Surfaktan
adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak
terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu menahan sisa udara fungsional
/kapasitas residu funsional (Ilmu Kesehatan Anak, 1985). Surfaktan juga
menyebabkan ekspansi yang merata dan menjaga ekspansi paru pada tekanan
intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi surfaktan
menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat
ekspirasi.
Bila
surfaktan tidak ada, janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Oleh
karena itu, perlu usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap
hembusan napas (ekspirasi) sehingga untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan
tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi
yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali bernapas menjadi sukar seperti saat
pertama kali bernapas (saat kelahiran). Sebagai akibat, janin lebih banyak
menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada yang ia terima dan
ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya kelelahan, bayi akan
semakin sedikit membuka alveolinya. Ketidakmampuan mempertahankan pengembangan
paru ini dapat menyebabkan atelaktasis.
Tidak
adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmomary vascular resistance (PVR) yang nilainya menurun pada
ekspansi paaru normal. Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan
selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping itu, peningkatan PVR
juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi darah janin dengan arah aliran
dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.
Kolaps
baru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan ventilasi pulmonal yang
menimbulkan hipoksia. Akibat dari
hipoksia adalah konstriksin vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan
oksigenasi jaringan dan selanjutnya menybabkan metabolismeanareobik.
RDS
atau sindrom gangguan pernapasan adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri dan
mengikuti masa deteriorasi (kurang lebih 48 jam) dan jika tidak ada komplikasi
paru akan membaik dalam 72 jam. Proses perbaikan ini, terutama dikaitkan dengan
meningkatkan produksi dan ketersediaan materi surfaktan.
G.
Cara
Mencegah Terjadinya Sindrom Gangguan Pernapasan
Faktor
yang dapat menimbulkan kelainan ini adalah pertumbuhan paru yang belum
sempurna. Karena itu salah satu cara untuk menghindarkan penyakit ini ialah
mencegah kelahiran bayi yang maturitas parunya belu sempurna. Maturasi paru
dapat dikatakan sempurna bila produksi dan fungsi surfaktan telah berlangsung
baik (Gluck, 1971) memperkenalkan suatu cara untuk mengetahui maturitas paru
dengan menghitung perbandingan antara lesitin dan sfigomielin dalam cairan
amnion.
Bila
perbandingan lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari dua, bayi yangakan lahir
tidak akan menderita penyakit membrane hialin, sedangkan bila perbandingan tadi
kurang dari tiga berati paru-paru bayi belum matang dan akan mengalami penyakit
membrane hialin. Pemberian kortikosteroid dianggap dapat merangsang
terbentuknya surfaktan pada janin. Cara yang paling efektif untuk menghindarkan
penyakit ini ialah mencegah prematuritas.
Untuk
mencegah sindrom gangguan pernapasan juga dapat dilakukan dengan segera
melakukan resusitasi pada bayi baru lahir, apabila bayi :
Ø Tidak
bernapas sama sekali/bernapas dengan mengap-mengap
Ø Bernapas
kurang dari 20 kali/menit
Daftar Pustaka
Deslidel, dkk. 2011. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Kosim Soleh, dkk. 2005. Panduan Manejemen Bayi Baru Lahir Untuk
Dokter, Perawat, Bidan di Rumah Sakit dan Rujukan Dasar. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI
Nelson Waldoe. 1996. Ilmu Kesehatan
Anak Nelson Volume I. Jakarta: EGC
Surasmi Astrining, dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC
Wahyuni Sari. 2011. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Sindrom Gangguan Pernapasan
4/
5
Oleh
My Story