BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk mempertinggi derajat
kesehatan masyarakat. Demi tercapainya derajat kesehatan yang tinggi, maka
wanita sebagai penerima kesehatan, anggota keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan
harus berperan dalam keluarga, supaya anak tumbuh sehat sampai dewasa sebagai
generasimuda. Oleh sebab itu wanita, seyogyanya diberi perhatian sebab : 1.Wanita
menghadapi masalah kesehatan khusus yang tidak dihadapi pria berkaitan dengan
fungsi reproduksinya, 2.Kesehatan wanita secara langsung mempengaruhi kesehatan
anak yangdikandung dan dilahirkan, 3.Kesehatan wanita sering dilupakan dan ia
hanya sebagai objek dengan mengatasnamakan pembangunan seperti program KB, dan
pengendalian jumlah penduduk, 4.Masalah kesehatan reproduksi wanita sudah
menjadi agenda Intemasional diantaranya Indonesia menyepakati hasil-hasil
Konferensi mengenai kesehatan reproduksi dan kependudukan (Beijing dan Kairo)
(Dewi, 2012).
Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial
yang utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, dalam segala
hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsinya serta
proses-prosesnya. Oleh karena itu, kesehatan reproduksi berarti orang dapat
mempunyai kehidupan seks yang memuaskan dan aman, dan bahwa mereka memiliki
kemampuan untuk bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan apakah mereka ingin
melakukannya, bilamana dan seberapa seringkah. Termasuk terakhir ini adalah hak
pria dan wanita untuk memperoleh informasi dan mempunyai akses terhadap
cara-cara keluarga berencana yang aman, efektif dan terjangkau, pengaturan
fertilitas yang tidak melawan hukum, hak memperoleh pelayanan pemeliharaan
kesehatan kesehatan yang memungkinkan para wanita dengan selamat menjalani
kehamilan dan melahirkan anak, dan memberikan kesempatan untuk memiliki bayi
yang sehat. Sejalan dengan itu pemeliharaan kesehatan reproduksi merupakan
suatu kumpulan metode, teknik dan pelayanan yang mendukung kesehatan dan
kesejahteraan reproduksi melalui pencegahan dan penyelesaian masalah kesehatan
reproduksi. Ini juga mencakup kesehatan seksual, yang bertujuan meningkatkan
status kehidupan dan hubungan-hubungan perorangan, dan bukan semata-mata
konseling dan perawatan yang bertalian dengan reproduksi dan penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seks.
Berdasarkan pemikiran di atas kesehatan wanita merupakan aspek
paling penting disebabkan pengaruhnya pada kesehatan anak-anak. Oleh sebab itu
pada wanita diberi kebebasan dalam menentukan hal yang paling baik menurut
dirinya sesuai dengan kebutuhannya dimana ia sendiri yang memutuskan atas
tubuhnya sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kekerasan Terhadap Perempuan
Kekerasan
terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau
penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk
ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara
sewenang-wenang baik yang terjadi didepan umum atau dalam lingkungan kehidupan
pribadi. Seringkali kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya ketimpangan
atau ketidak adilan jender. Ketimpangan jender adalah perbedaan peran dan
hak perempuan dan laki-laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam
status lebih rendah dari laki-laki. “Hak istimewa” yang dimiliki laki-laki
ini seolah-olah menjadikan perempuan sebagai “barang” milik laki-laki yang
berhak untuk diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan.
Tindak kekerasan adalah melakukan kontrol, kekerasan dan pemaksaan meliputi tindakan
seksual, psikologis, fisik dan ekonomi yang dilakukan individu terhadap
individu yang lain dalam hubungan, rumah tangga atau hubungan intim (karib). Kekerasan terhadap perempuan
merupakan konsep baru, yang diangkat pada Konferensi Dunia Wanita III di
Nairobi, yang berhasil menggalang konsesus internasional atas pentingnya
mencegah berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam kehidupan
sehari-hari di seluruh masyarakat dan bantuan terhadap perempuan koban
kekerasan.
Deklarasi Tentang Eliminasi Kekerasan terhadap Perempuan (1993)
mendefinisikan Kekerasan Terhadap Perempuan sebagai berikut : “Segala bentuk
tindak kekerasan berbasis jender yang berakibat, atau mungkin berakibat,
menyakiti secara fisik, seksual, mental atau penderitaan terhadap perempuan;
termasuk ancaman dari tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan semena-mena
kebebasan, baik yang terjadi dilingkungan masyarakat maupun dalam kehidupan
pribadi”.
2.2
Bentuk-bentuk Kekerasan pada Perempuan
Mencermati pendapat dari para ahli mengenai istilah-istilah yang dipakai
untuk menyatakan bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan nampaknya belaum
ada kesamaan istilah, ada yang memakai bentuk-bentuk, ada yang memakai
jenis-jenis. Beberapa bentuk kekerasan
sebagai berikut:
Ø Kekerasan fisik , seperti :
memukul, menampar, mencekik dan sebagainya.
Ø Kekerasan psikologis, seperti
: berteriak, menyumpah, mengancam, melecehkan dan sebagainya.
Ø Kekerasan seksual, seperti :
melakukan tindakan yang mengarah keajakan/desakan seksual seperti menyentuh,
mencium, memaksa berhubungan seks tanpa persetujuan korban dan lain sebagainya.
Ø Kekerasan finansial, seperti :
mengambil barang korban, menahan atau tidak memberikan pemenuhan kebutuhan
finansial dan sebagainya.
Ø Kekerasan spiritual, seperti :
merendahkan keyakinan dan kepercayaan korban, memaksa korban mempraktekan
ritual dan keyakinan tertentu
2.3
Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Terhadap Perempuan
Ada beberapa faktor yang menyebabkan banyak terjadinya kekerasan
terhadap perempuan, diantaranya adalah :
Ø Budaya patriarki yang
mendudukan laki-laki sebagai mahluk superior dan perempuan sebagai mahluk
interior.
Ø Pemahaman yang keliru terhadap
ajaran agama sehingga menganggap laki-laki boleh menguasai perempuan.
Ø Peniruan anak laki-laki yang
hidup bersama ayah yang suka memukul, biasanya akan meniru perilaku ayahnya
2.4 Dampak Kekerasan Terhadap
Perempuan
Kekerasan terhadap perempuan dapat berakibat hal-hal sebagai berikut, yaitu :
a. Akibat fisik (
terhadap perorangan )
Ø Luka berat dan kematian akibat perdarahan.
Ø Infeksi, seperti
ISR, PMS, HIV/AIDS.
Ø Penyakit radang
panggul yang kronik, yang dapat berakibat
infertilitas.
Ø Kehamilan yang
tidak diinginkan dan aborsi yang tidak aman.
b. Akibat Non fisik (
terhadap perorangan )
Ø Gangguan mental,
misalnya depresi, ketakutan ,cemas, rasa rendah diri,
sulit tidur, mimpi buruk, gangguan makan, ketagihan alkohol dan obat,
menarik diri.
Ø Trauma terhadap
hubungan seksual, disfungsi seksual.
Ø Perkawinan yang
tidak harmonis.
Ø Bunuh Diri.
c. Akibat Terhadap
Masyarakat
Ø Bertambahnya biaya
pemeliharaan kesehatan
Ø Efek terhadap
produktivitas
Ø Kekerasan Terhadap
Perempuan di lingkungan sekolah dapat
mengakibatkan putus pendidikan karena terpaksa keluar sekolah.
2.5 Pencegahan dan Penanganan
Kekerasan Terhadap Perempuan
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah Kekerasan terhadap Perempuan
antara lain :
Ø Masyarakat menyadari/mengakui
kekerasan terhadap perempuan sebagai masalah yang perlu diatasi.
Ø Menyebarluaskan produk hukum
tentang pelecehan seksual ditempat kerja.
Ø Membekali perempuan tentang
penjagaan keselamatan diri
Ø Melaporkan tindak kekerasan
pada pihak yang berwenang
Ø Melakukan akasi menentang
kejahatan seperti kecanduan alkohol, perkosaan dan lain-lain antara lain
melalui organisasi masyarakat.
2.6 Contoh Kekerasan
a.
Pelecehan Seksual
Pelecehan
seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang
dilakukan secara sepihak dan tidak diinginkan oleh orang yang menjadi
sasaran. Pelecehan seksual bisa terjadi dimana saja dan kapan saja,
seperti di tempat kerja, di kampus/sekolah, di pesta, tempat rapat, dll. Pelaku
pelecehan seksual bisa teman, pacar, atasan di tempat kerja, dokter, dukun,
dsb. Akibat pelecehan seksual, korban merasa malu, marah, terhina, tersinggung,
benci kepada pelaku, dendam kepada pelaku, shok/trauma berat, dll . Langkah-langkah yang perlu dilakukan korban:
Ø Membuat
catatan kejadian (tanggal, jam, saksi)
Ø Bicara
kepada orang lain tentang pelecehan seksual yang terjadi
Ø Memberi
pelajaran kepada pelaku
Ø Melaporkan
tindakan pelecehan seksual
Ø Mencari
bantuan/dukungan kepada masyarakat
b.
Perkosaan
Pemerkosaan
adalah hubungan seksual yang terjadi tanpa diinginkan oleh korban. Seorang
laki-laki menaruh penis, jari atau benda apapun ke dalam vagina, anus, atau
mulut perempuan tanpa sekehendak perempuan itu, bisa dikategorikan sebagai
tindak perkosaan. Perkosaan dapat terjadi pada semua perempuan dari segala
lapisan masyarakat tanpa memperdulikan umur, profesi, status perkawinan,
penampilan, atau cara berpakaian. Berdasarkan pelakunya, perkosaan bisa
dilakukan oleh:
Ø Orang
yang dikenal: teman, tetangga, pacar, suami, atau anggota keluarga (bapak,
paman, saudara).
Ø Orang
yang tidak dikenal, biasanya disertai dengan tindak kejahatan, seperti
perampokan, pencurian, penganiayaan, atau pembunuhan.
Tindak
perkosaan membawa dampak emosional dan fisik kepada korbannya. Secara
emosional, korban perkosaan bisa mengalami stress, depresi, goncangan jiwa, menyalahkan
diri sendiri, rasa takut berhubungan intim dengan lawan jenis, dan kehamilan
yang tidak diinginkan. Secara fisik, korban mengalami penurunan
nafsu makan, sulit tidur, sakit kepala, tidak nyaman di sekitar vagina,
berisiko tertular PMS, luka di tubuh akibat perkosaan dengan kekerasan, dan
lainnya. Perempuan yang menjadi korban perkosaan sebaiknya melakukan
langkah-langkah berikut:
Ø Jangan
mandi atau membersihkan kelamin sehingga sperma, serpihan kulit ataupun rambut
pelaku tidak hilang untuk dijadikan bukti
Ø Kumpulkan
semua benda yang dapat dijadikan barang bukti, misalnya: perhiasan dan pakaian
yang melekat di tubuh korban atau barang-barang milik pelaku yang
tertinggal. Masukkan barang bukti ke dalam kantong kertas atau kantong
plastik.
Ø Segera
lapor ke polisi terdekat dengan membawa bukti-bukti tersebut, dan sebaiknya
dengan keluarga atau teman.
Ø Segera
hubungi fasilitas kesehatan terdekat (dokter, puskesmas, rumah sakit) untuk
mendapatkan surat keterangan yang menyatakan adanya tanda-tanda persetubuhan
secara paksa (visum)
Ø Meyakinkan
korban perkosaan bahwa dirinya bukan orang yang bersalah, tetapi pelaku yang
bersalah.
c.
Kekerasan dalam Rumah Tangga
Kekerasan
dalam rumah tangga adalah kekerasan yang terjadi dalam lingkungan rumah
tangga. Pada umumnya, pelaku kekerasan dalam rumah tangga adalah suami,
dan korbannya adalah istri dan/atau anak-anaknya.
Kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi dalam bentuk kekerasan fisik, kekerasan psikologis/emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. Secara fisik, kekerasan dalam rumah tangga mencakup: menampar, memukul, menjambak rambut, menendang, menyundut dengan rokok, melukai dengan senjata, dsb. Secara psikologis, kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga termasuk penghinaan, komentar-komentar yang merendahkan, melarang istri mengunjungi saudara maupun teman-temannya, mengancam akan dikembalikan ke rumah orang tuanya, dll. Secara seksual, kekerasan dapat terjadi dalam bentuk pemaksaan dan penuntutan hubungan seksual. Secara ekonomi, kekerasan terjadi berupa tidak memberi nafkah istri, melarang istri bekerja atau membiarkan istri bekerja untuk dieksploitasi. Korban kekerasan dalam rumah tangga biasanya enggan/tidak melaporkan kejadian karena menganggap hal tersebut biasa terjadi dalam rumah tangga atau tidak tahu kemana harus melapor. Langkah-langkah yang dapat dilakukan bila menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, sbb:
Kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi dalam bentuk kekerasan fisik, kekerasan psikologis/emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. Secara fisik, kekerasan dalam rumah tangga mencakup: menampar, memukul, menjambak rambut, menendang, menyundut dengan rokok, melukai dengan senjata, dsb. Secara psikologis, kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga termasuk penghinaan, komentar-komentar yang merendahkan, melarang istri mengunjungi saudara maupun teman-temannya, mengancam akan dikembalikan ke rumah orang tuanya, dll. Secara seksual, kekerasan dapat terjadi dalam bentuk pemaksaan dan penuntutan hubungan seksual. Secara ekonomi, kekerasan terjadi berupa tidak memberi nafkah istri, melarang istri bekerja atau membiarkan istri bekerja untuk dieksploitasi. Korban kekerasan dalam rumah tangga biasanya enggan/tidak melaporkan kejadian karena menganggap hal tersebut biasa terjadi dalam rumah tangga atau tidak tahu kemana harus melapor. Langkah-langkah yang dapat dilakukan bila menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, sbb:
Ø Menceritakan
kejadian kepada orang lain, seperti teman dekat, kerabat, lembaga-lembaga
pelayanan/konsultasi
Ø Melaporkan
ke polisi
Ø Mencari
jalan keluar dengan konsultasi psikologis maupun konsultasi hokum
Ø Mempersiapkan
perlindungan diri, seperti uang, tabungan, surat-surat penting untuk kebutuhan
pribadi dan anak
Ø Pergi ke
dokter untuk mengobati luka-luka yang dialami, dan meminta dokter membuat
visum.
2.7
Peran Bidan dan Tenaga Kesehatan dalam Kekerasan
Peranan dokter dan tenaga medis sangat penting dalam penanganan
kasus kejahatan seksual karena dokter dan tenaga medis selain pengobatan dan
perawatan juga berperan sebagai ujung tombak dimulainya proses pembuktian
kejadian. Peran ini menjadi sukar dijalankan secara baik karena ketidaktahuan
dokter dan ketidak tahuan korban serta kurang didukung oleh Regulasi per
Undang-Undangan yang masih berlaku di Indonesia.
Peran Bidan Dalam melayani korban kasus Kekerasan, ada beberapa hal
yang harus di lakukan oleh Seorang Bidan yaitu :
Ø Melakukan Konseling untuk menguatkan korban ;
Ø Menginformasikan mengenai hak - hak korban ;
Ø Mengantarkan korban ke rumah aman (Shiliter);
Ø Berkoordinasi dengan pihak kepolisian, Dinas Sosial dan Lembaga
lain demi kepentingan korban
Ø Memberikan pendampingan psikologis dan pelayanan pengobatan fisik
korban. Bidan berperan dengan focus meningkatkan harga diri korban,
memfasilitasi ekspresi perasaan korban, dan meningkatkan lingkungan social yang
memungkinkan. Bidan berperan penting dalam upaya membantu korban kekerasan
diantaranya melalui upaya pencegahan primer terdiri dari konseling keluarga,
modifikasi lingkungan social budaya dan pembinaan spiritual, upaya pencegahan
sekunder berupa asuhan-asuhan, pencegahan tertier melalui pelatihan/pendidikan,
pembentukan dan proses kelompok serta pelayanan rehabilitasi.
Ø Memberikan pendampingan hukum dalam acara peradilan.
2.8
Hukum-hukum Yang Mengatur Kekerasan
Ø UU No. 23/2004 Tentang penghapusan kekerasan Rumah Tangga (
kekerasan dalam keluarga)
Ø Rencana aksi nasional penghapusan kekerasan terhadap perempuan (
RANPKTP ) 2001-2005
Ø UU No. 39/1999 Tentang HAM
Ø KUHP pasal 289-296 merupakan pasal-pasal tentang Pencabulan.
Ø KUHP Pasal 295-297 merupakan pasal-pasal tentang Penghubungan
Pencabulan.
Ø KUHP pasal 281-282 merupakan pasal-pasal tentang Tindak Pidana
terhadap Kesusilaan.
Ø Selain itu, ada juga Undang-undang yang mengatur tentang Kekerasan
dalam Rumah Tangga yaitu UU no. 23 tahun 2004
Ø UU mengenai perlindungan anak yaitu UU no. 23 tahun 2002,
Ø UU no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dll. (Don’t Touch Me,
hal. 146 – 151)
BAB III
PENUTUP
3.1 KesimpulanPENUTUP
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat
kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual
atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan
kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi didepan umum atau dalam
lingkungan kehidupan pribadi. Tindak kekerasan dapat dicegah dan di hindari dengan
berbagai cara dan menimbulkan dampak dalam berbagai macam aspek baik reaksi
fisk maupun psikologis.
3.2
Saran
Kekerasan
sebenarnya dapat dicegah ataupun dihindari sehingga tidak akan banyak wanita
yang menjadi korban dari kekerasan. Sebagai seorang Bidan kita dapat melakukuan
penyuluhan tentang kekerasan agar para wanita dapat menghindari terjadinya
kekerasan karena kekerasan tidak hanya berdampak pada diri sendiri tapi keluaga
juga akan ikut menderita
Kekerasan Terhadap Perempuan
4/
5
Oleh
My Story