Tuesday, 15 December 2015

Kekerasan Terhadap Perempuan



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Demi tercapainya derajat kesehatan yang tinggi, maka wanita sebagai penerima kesehatan, anggota keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan harus berperan dalam keluarga, supaya anak tumbuh sehat sampai dewasa sebagai generasimuda. Oleh sebab itu wanita, seyogyanya diberi perhatian sebab : 1.Wanita menghadapi masalah kesehatan khusus yang tidak dihadapi pria berkaitan dengan fungsi reproduksinya, 2.Kesehatan wanita secara langsung mempengaruhi kesehatan anak yangdikandung dan dilahirkan, 3.Kesehatan wanita sering dilupakan dan ia hanya sebagai objek dengan mengatasnamakan pembangunan seperti program KB, dan pengendalian jumlah penduduk, 4.Masalah kesehatan reproduksi wanita sudah menjadi agenda Intemasional diantaranya Indonesia menyepakati hasil-hasil Konferensi mengenai kesehatan reproduksi dan kependudukan (Beijing dan Kairo) (Dewi, 2012).
Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsinya serta proses-prosesnya. Oleh karena itu, kesehatan reproduksi berarti orang dapat mempunyai kehidupan seks yang memuaskan dan aman, dan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan apakah mereka ingin melakukannya, bilamana dan seberapa seringkah. Termasuk terakhir ini adalah hak pria dan wanita untuk memperoleh informasi dan mempunyai akses terhadap cara-cara keluarga berencana yang aman, efektif dan terjangkau, pengaturan fertilitas yang tidak melawan hukum, hak memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan kesehatan yang memungkinkan para wanita dengan selamat menjalani kehamilan dan melahirkan anak, dan memberikan kesempatan untuk memiliki bayi yang sehat. Sejalan dengan itu pemeliharaan kesehatan reproduksi merupakan suatu kumpulan metode, teknik dan pelayanan yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan reproduksi melalui pencegahan dan penyelesaian masalah kesehatan reproduksi. Ini juga mencakup kesehatan seksual, yang bertujuan meningkatkan status kehidupan dan hubungan-hubungan perorangan, dan bukan semata-mata konseling dan perawatan yang bertalian dengan reproduksi dan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks.
Berdasarkan pemikiran di atas kesehatan wanita merupakan aspek paling penting disebabkan pengaruhnya pada kesehatan anak-anak. Oleh sebab itu pada wanita diberi kebebasan dalam menentukan hal yang paling baik menurut dirinya sesuai dengan kebutuhannya dimana ia sendiri yang memutuskan atas tubuhnya sendiri.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kekerasan Terhadap Perempuan
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi didepan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi. Seringkali kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya ketimpangan atau ketidak adilan jender.  Ketimpangan jender adalah perbedaan peran dan hak perempuan dan laki-laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam status lebih rendah dari laki-laki. “Hak istimewa” yang dimiliki laki-laki ini seolah-olah menjadikan perempuan sebagai “barang” milik laki-laki yang berhak untuk diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan.
Tindak kekerasan adalah melakukan kontrol, kekerasan dan pemaksaan meliputi tindakan seksual, psikologis, fisik dan ekonomi yang dilakukan individu terhadap individu yang lain dalam hubungan, rumah tangga atau hubungan intim (karib). Kekerasan terhadap perempuan merupakan konsep baru, yang diangkat pada Konferensi Dunia Wanita III di Nairobi, yang berhasil menggalang konsesus internasional atas pentingnya mencegah berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam kehidupan sehari-hari di seluruh masyarakat dan bantuan terhadap perempuan koban kekerasan.
Deklarasi Tentang Eliminasi Kekerasan terhadap Perempuan (1993) mendefinisikan Kekerasan Terhadap Perempuan sebagai berikut : “Segala bentuk tindak kekerasan berbasis jender yang berakibat, atau mungkin berakibat, menyakiti secara fisik, seksual, mental atau penderitaan terhadap perempuan; termasuk ancaman dari tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan semena-mena kebebasan, baik yang terjadi dilingkungan masyarakat maupun dalam kehidupan pribadi”.


2.2 Bentuk-bentuk Kekerasan pada Perempuan
                   Mencermati pendapat dari para ahli mengenai istilah-istilah yang dipakai untuk menyatakan bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan nampaknya belaum ada kesamaan istilah, ada yang memakai bentuk-bentuk, ada yang memakai jenis-jenis. Beberapa bentuk kekerasan sebagai berikut:
Ø Kekerasan fisik , seperti : memukul, menampar, mencekik dan sebagainya.
Ø Kekerasan psikologis, seperti : berteriak, menyumpah, mengancam, melecehkan dan sebagainya.
Ø Kekerasan seksual, seperti : melakukan tindakan yang mengarah keajakan/desakan seksual seperti menyentuh, mencium, memaksa berhubungan seks tanpa persetujuan korban dan lain sebagainya.
Ø Kekerasan finansial, seperti : mengambil barang korban, menahan atau tidak memberikan pemenuhan kebutuhan finansial dan sebagainya.
Ø Kekerasan spiritual, seperti : merendahkan keyakinan dan kepercayaan korban, memaksa korban mempraktekan ritual dan keyakinan tertentu

2.3 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Terhadap Perempuan
                   Ada beberapa faktor yang menyebabkan banyak terjadinya kekerasan terhadap perempuan, diantaranya adalah :
Ø  Budaya patriarki yang mendudukan laki-laki sebagai mahluk superior dan perempuan sebagai mahluk interior.
Ø  Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama sehingga menganggap laki-laki boleh menguasai perempuan.
Ø  Peniruan anak laki-laki yang hidup bersama ayah yang suka memukul, biasanya akan meniru perilaku ayahnya

2.4 Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan
Kekerasan terhadap perempuan dapat berakibat hal-hal sebagai berikut, yaitu :
a.       Akibat fisik ( terhadap perorangan )
Ø  Luka berat dan kematian akibat perdarahan.
Ø  Infeksi, seperti ISR, PMS, HIV/AIDS.
Ø  Penyakit radang panggul yang kronik, yang dapat berakibat infertilitas.
Ø  Kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang tidak aman.

b.      Akibat Non fisik ( terhadap perorangan )
Ø  Gangguan mental, misalnya depresi, ketakutan ,cemas, rasa rendah diri, sulit tidur, mimpi buruk, gangguan makan, ketagihan alkohol dan obat, menarik diri.
Ø  Trauma terhadap hubungan seksual, disfungsi seksual.
Ø  Perkawinan yang tidak harmonis.
Ø  Bunuh Diri.

c.       Akibat Terhadap Masyarakat
Ø  Bertambahnya biaya pemeliharaan kesehatan
Ø  Efek terhadap produktivitas
Ø  Kekerasan Terhadap Perempuan di lingkungan sekolah dapat mengakibatkan putus pendidikan karena terpaksa keluar sekolah.

2.5 Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah Kekerasan terhadap Perempuan antara lain :
Ø  Masyarakat menyadari/mengakui kekerasan terhadap perempuan sebagai masalah yang perlu diatasi.
Ø  Menyebarluaskan produk hukum tentang pelecehan seksual ditempat kerja.
Ø  Membekali perempuan tentang penjagaan keselamatan diri
Ø  Melaporkan tindak kekerasan pada pihak yang berwenang
Ø  Melakukan akasi menentang kejahatan seperti kecanduan alkohol, perkosaan dan lain-lain antara lain melalui organisasi masyarakat.

2.6 Contoh Kekerasan

a.       Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diinginkan oleh orang yang menjadi sasaran.  Pelecehan seksual bisa terjadi dimana saja dan kapan saja, seperti di tempat kerja, di kampus/sekolah, di pesta, tempat rapat, dll. Pelaku pelecehan seksual bisa teman, pacar, atasan di tempat kerja, dokter, dukun, dsb. Akibat pelecehan seksual, korban merasa malu, marah, terhina, tersinggung, benci kepada pelaku, dendam kepada pelaku, shok/trauma berat, dll . Langkah-langkah yang perlu dilakukan korban:
Ø  Membuat catatan kejadian (tanggal, jam, saksi)
Ø  Bicara kepada orang lain tentang pelecehan seksual yang terjadi
Ø  Memberi pelajaran kepada pelaku
Ø  Melaporkan tindakan pelecehan seksual
Ø  Mencari bantuan/dukungan kepada masyarakat

b.      Perkosaan
Pemerkosaan adalah hubungan seksual yang terjadi tanpa diinginkan oleh korban. Seorang laki-laki menaruh penis, jari atau benda apapun ke dalam vagina, anus, atau mulut perempuan tanpa sekehendak perempuan itu, bisa dikategorikan sebagai tindak perkosaan. Perkosaan dapat terjadi pada semua perempuan dari segala lapisan masyarakat tanpa memperdulikan umur, profesi, status perkawinan, penampilan, atau cara berpakaian. Berdasarkan pelakunya, perkosaan bisa dilakukan oleh:
Ø  Orang yang dikenal: teman, tetangga, pacar, suami, atau anggota keluarga (bapak, paman, saudara).
Ø  Orang yang tidak dikenal, biasanya disertai dengan tindak kejahatan, seperti perampokan, pencurian, penganiayaan, atau pembunuhan.

Tindak perkosaan membawa dampak emosional dan fisik kepada korbannya.  Secara emosional, korban perkosaan bisa mengalami stress, depresi, goncangan jiwa, menyalahkan diri sendiri, rasa takut berhubungan intim dengan lawan jenis, dan kehamilan yang tidak diinginkan.  Secara fisik, korban mengalami penurunan nafsu makan, sulit tidur, sakit kepala, tidak nyaman di sekitar vagina, berisiko tertular PMS, luka di tubuh akibat perkosaan dengan kekerasan, dan lainnya. Perempuan yang menjadi korban perkosaan sebaiknya melakukan langkah-langkah berikut:
Ø  Jangan mandi atau membersihkan kelamin sehingga sperma, serpihan kulit ataupun rambut pelaku tidak hilang untuk dijadikan bukti
Ø  Kumpulkan semua benda yang dapat dijadikan barang bukti, misalnya: perhiasan dan pakaian yang melekat di tubuh korban atau barang-barang milik pelaku yang tertinggal.  Masukkan barang bukti ke dalam kantong kertas atau kantong plastik.
Ø  Segera lapor ke polisi terdekat dengan membawa bukti-bukti tersebut, dan sebaiknya dengan keluarga atau teman.
Ø  Segera hubungi fasilitas kesehatan terdekat (dokter, puskesmas, rumah sakit) untuk mendapatkan surat keterangan yang menyatakan adanya tanda-tanda persetubuhan secara paksa (visum)
Ø  Meyakinkan korban perkosaan bahwa dirinya bukan orang yang bersalah, tetapi pelaku yang bersalah.

c.       Kekerasan dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga adalah kekerasan yang terjadi dalam lingkungan rumah tangga.  Pada umumnya, pelaku kekerasan dalam rumah tangga adalah suami, dan korbannya adalah istri dan/atau anak-anaknya.
Kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi dalam bentuk kekerasan fisik, kekerasan psikologis/emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. Secara fisik, kekerasan dalam rumah tangga mencakup: menampar, memukul, menjambak rambut, menendang, menyundut dengan rokok, melukai dengan senjata, dsb
. Secara psikologis, kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga termasuk penghinaan, komentar-komentar yang merendahkan, melarang istri mengunjungi saudara maupun teman-temannya, mengancam akan dikembalikan ke rumah orang tuanya, dll. Secara seksual, kekerasan dapat terjadi dalam bentuk pemaksaan dan penuntutan hubungan seksual.  Secara ekonomi, kekerasan terjadi berupa tidak memberi nafkah istri, melarang istri bekerja atau membiarkan istri bekerja untuk dieksploitasi.  Korban kekerasan dalam rumah tangga biasanya enggan/tidak melaporkan kejadian karena menganggap hal tersebut biasa terjadi dalam rumah tangga atau tidak tahu kemana harus melapor. Langkah-langkah yang dapat dilakukan bila menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, sbb:
Ø  Menceritakan kejadian kepada orang lain, seperti teman dekat, kerabat, lembaga-lembaga pelayanan/konsultasi
Ø  Melaporkan ke polisi
Ø  Mencari jalan keluar dengan konsultasi psikologis maupun konsultasi hokum
Ø  Mempersiapkan perlindungan diri, seperti uang, tabungan, surat-surat penting untuk kebutuhan pribadi dan anak
Ø  Pergi ke dokter untuk mengobati luka-luka yang dialami, dan meminta dokter membuat visum.

2.7 Peran Bidan dan Tenaga Kesehatan dalam Kekerasan
Peranan dokter dan tenaga medis sangat penting dalam penanganan kasus kejahatan seksual karena dokter dan tenaga medis selain pengobatan dan perawatan juga berperan sebagai ujung tombak dimulainya proses pembuktian kejadian. Peran ini menjadi sukar dijalankan secara baik karena ketidaktahuan dokter dan ketidak tahuan korban serta kurang didukung oleh Regulasi  per Undang-Undangan yang masih berlaku di Indonesia.
Peran Bidan Dalam melayani korban kasus Kekerasan, ada beberapa hal yang harus di lakukan oleh Seorang Bidan yaitu :
Ø  Melakukan Konseling untuk menguatkan korban ;
Ø  Menginformasikan mengenai hak - hak korban ;
Ø  Mengantarkan korban ke rumah aman (Shiliter);
Ø  Berkoordinasi dengan pihak kepolisian, Dinas Sosial dan Lembaga lain demi kepentingan korban
Ø  Memberikan pendampingan psikologis dan pelayanan pengobatan fisik korban. Bidan berperan dengan focus meningkatkan harga diri korban, memfasilitasi ekspresi perasaan korban, dan meningkatkan lingkungan social yang memungkinkan. Bidan berperan penting dalam upaya membantu korban kekerasan diantaranya melalui upaya pencegahan primer terdiri dari konseling keluarga, modifikasi lingkungan social budaya dan pembinaan spiritual, upaya pencegahan sekunder berupa asuhan-asuhan, pencegahan tertier melalui pelatihan/pendidikan, pembentukan dan proses kelompok serta pelayanan rehabilitasi.
Ø  Memberikan pendampingan hukum dalam acara peradilan.

2.8 Hukum-hukum Yang Mengatur Kekerasan
Ø  UU No. 23/2004 Tentang penghapusan kekerasan Rumah Tangga ( kekerasan dalam keluarga)
Ø  Rencana aksi nasional penghapusan kekerasan terhadap perempuan ( RANPKTP ) 2001-2005
Ø  UU No. 39/1999 Tentang HAM
Ø  KUHP pasal 289-296 merupakan pasal-pasal tentang Pencabulan.
Ø  KUHP Pasal 295-297 merupakan pasal-pasal tentang Penghubungan Pencabulan.
Ø  KUHP pasal 281-282 merupakan pasal-pasal tentang Tindak Pidana terhadap Kesusilaan.
Ø  Selain itu, ada juga Undang-undang yang mengatur tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga yaitu UU no. 23 tahun 2004
Ø  UU mengenai perlindungan anak yaitu UU no. 23 tahun 2002,
Ø  UU no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dll. (Don’t Touch Me, hal. 146 – 151)



BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi didepan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi. Tindak kekerasan dapat dicegah dan di hindari dengan berbagai cara dan menimbulkan dampak dalam berbagai macam aspek baik reaksi fisk maupun psikologis.

3.2 Saran

            Kekerasan sebenarnya dapat dicegah ataupun dihindari sehingga tidak akan banyak wanita yang menjadi korban dari kekerasan. Sebagai seorang Bidan kita dapat melakukuan penyuluhan tentang kekerasan agar para wanita dapat menghindari terjadinya kekerasan karena kekerasan tidak hanya berdampak pada diri sendiri tapi keluaga juga akan ikut menderita

Artikel Terkait

Kekerasan Terhadap Perempuan
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email